Titian
Mewarisi Nama, Menapaki Langkah
Setiap hidup adalah rangkaian perjalanan, dan 24 tahun bukanlah sekadar hitungan waktu yang berlalu begitu saja. Ia adalah pertautan dari ratusan pengalaman, berjuta pelajaran, dan sekian banyak cobaan yang menguatkan. Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga yang terpandang, yang dalam sejarahnya tersandang nama besar, saya tahu bahwa apa yang tampak di permukaan hanyalah potongan kecil dari kisah yang sebenarnya. Nama belakang saya, Letsoin, membawa jejak panjang yang bermula jauh sebelum saya lahir. Di belakang nama itu, ada leluhur-leluhur saya, sosok-sosok tangguh seperti kakek Muhammad Yusuf, Muhammad Josan, dan ayah saya Ali Idrus, yang pada masanya dipandang sebagai raja tam, tokoh yang tidak hanya dihormati tetapi juga memikul tanggung jawab besar.
Namun, saat ini, di dunia yang terus berubah, apakah kedudukan dan status masih menjadi ukuran utama? Adakah makna lebih dalam dari sekadar kebanggaan pada garis keturunan?
Saya, Riski Sandi Letsoin, menyadari bahwa menjadi penerus bukan berarti semata mengikuti jejak yang telah ada, tetapi melangkah dengan keyakinan dan kebijaksanaan yang lahir dari pengalaman pribadi. Dalam warisan yang saya bawa, ada nilai-nilai yang saya jaga, tetapi saya juga menyadari bahwa dunia ini tidak lagi terpaku pada hierarki dan kasta. Pada masanya, mungkin marga kami hanya bisa bergaul dengan marga tertentu, mencerminkan garis-garis tak kasat mata yang memisahkan orang berdasarkan kemampuan dan status. Namun, saya percaya, hidup yang hakiki tidak ditentukan oleh garis batas semacam itu, melainkan oleh keberanian, ketekunan, dan kemampuan seseorang untuk membuktikan diri.
Kasta dan status adalah hiasan sementara, sementara ketekunan dan kebijaksanaan adalah perhiasan abadi.
Menggali Makna dalam Kesederhanaan
Sebagai seseorang yang lahir dengan kemudahan, saya memilih untuk tak terikat oleh kemudahan itu sendiri. Saya terjun ke lapangan, mengecap pahit-manis pengalaman. Saya pernah menjadi kuli bangunan, mengangkat beban bukan hanya di pundak tetapi juga di hati. Dari sana, saya belajar bahwa kerja keras menumbuhkan daya tahan, menajamkan tekad, dan menyelami setiap bentuk ketulusan yang terukir dalam peluh.
Saya memancing di laut, berhadapan dengan gelombang tak terduga, dan dari laut itu saya belajar tentang ketidakpastian hidup. Terkadang kita memperoleh hasil, terkadang kita pulang dengan tangan kosong. Tetapi dalam setiap perjalanan, saya merasa kaya, karena ada pelajaran baru yang didapatkan.
Berkebun pun memberi saya pelajaran lain. Saya menyaksikan bagaimana setiap benih yang ditanam membutuhkan kesabaran untuk tumbuh. Dalam kesederhanaan bercocok tanam, saya memahami bahwa setiap hasil baik selalu membutuhkan proses panjang, sebagaimana hidup ini yang dipenuhi langkah demi langkah yang saling berkaitan.
Menempa Diri dan Menerima Tantangan
Menjadi seorang sarjana bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari tanggung jawab untuk memanfaatkan ilmu yang didapat dan berkembang lebih jauh. Tidak ada pekerjaan yang saya anggap lebih rendah, kecuali tindakan yang merugikan orang lain. Bagi saya, pekerjaan apa pun yang dilakukan dengan integritas adalah bentuk pengabdian. Satu-satunya pekerjaan yang tidak layak adalah yang melukai martabat atau merampas hak orang lain.
Dan karena itu, saya tak pernah gentar untuk terus belajar, mengisi hari-hari dengan hobi dan keahlian yang bisa menjadi bekal di masa depan. Tidak masalah jika suatu hari nanti saya harus menjadi tukang, petani, atau koki, asalkan saya melakukan semua itu dengan tulus. Setiap keterampilan yang saya bangun adalah bagian dari rencana cadangan, pengingat bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian, dan kekuatan sejati ada dalam kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Bergerak Maju dengan Pemahaman yang Lebih Dalam
Saya tidak akan terjebak pada stigma atau persepsi orang tentang status atau pekerjaan. Terkadang, dunia terlalu cepat menghakimi berdasarkan apa yang terlihat. Bagi saya, hidup ini adalah ruang untuk mencoba dan memetik hasil dari usaha yang telah diperjuangkan. Orang tua saya mengajarkan, jangan pernah berharap pada kekayaan yang sudah ada. Hari ini mungkin kita berlimpah, tetapi esok hari, siapa yang tahu? Dan itulah mengapa saya memilih untuk menempa diri, belajar setiap hari, dan menerima bahwa kehidupan ini adalah tentang membentuk jalan kita sendiri.
Di dalam setiap langkah kecil yang telah saya ambil, saya menemukan kekuatan yang tak semua orang bisa lihat. Kesadaran bahwa kekayaan sejati bukan sekadar angka dalam rekening atau gelar yang terpampang, tetapi ada pada kemampuan untuk terus maju meski badai datang menghadang. Saya siap untuk mengukir hidup yang bermakna, bukan untuk mencapai status atau kekayaan semata, tetapi untuk menapak dengan keyakinan bahwa saya telah menepati janji pada diri saya sendiri—janji untuk menjalani hidup yang sesungguhnya.
Refleksi dan Makna Hidup
Hidup ini, bagi saya, lebih dari sekadar apa yang bisa kita lihat atau genggam. Ia adalah kesempatan untuk terus belajar dan bertumbuh, untuk mencintai apa pun yang kita lakukan dan menyatu dengan perjalanan yang kita tempuh. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang berusaha menjadi sesuatu yang berharga: sarjana, kepala desa, pengusaha, bahkan pemimpin besar. Setiap penemuan, setiap pencapaian, adalah hasil kerja keras orang-orang yang tidak pernah berhenti untuk melangkah maju. Saya belajar dari mereka, menghindari rasa malas, dan menolak cepat merasa puas.
Hari ini, saya tidak lagi hanya melihat diri sebagai penerus garis keturunan atau anak dari keluarga terpandang. Saya berdiri sebagai pribadi yang siap menghadapi segala tantangan dengan bekal pengalaman, keahlian, dan keinginan untuk terus maju. Di setiap detik yang berlalu, saya menyadari bahwa hidup ini tak pernah berhenti mengajarkan sesuatu yang baru. Dan selama saya masih mampu, saya akan tetap berjalan, mencipta, dan menjadi lebih baik dari hari kemarin.
Hidup saya bukan sekadar warisan, tetapi langkah-langkah yang saya pilih sendiri, dengan segala kesadaran dan tanggung jawab. Saya siap menjalani apa pun yang ada di depan, dengan hati yang penuh, pikiran yang terbuka, dan keyakinan bahwa setiap kerja keras, sekecil apa pun, akan memberikan arti yang tak tergantikan.
—Bapa : jang pernah liat orang, bisa jadi itu alasan selama ini ko seng fokus deng ko pu jalan sandiri.
—Mama : ko hidup dimana saja, nawaitu harus jelas, hati bersih insyaallah hal hal baik allah kasih.
—Kaka : cukup ko padede pas kecil, su besar itu harus bisa sabar hati.
—Tete : bt sg minta bt pu cucu semua harus kaya bt, bt hanya minta par dong harus barani. Berani ambil keputusan.
—Nene : ras sus hain ne duad naator afu na'a dunyai ki ruat.
Komentar
Posting Komentar