Postingan

curhat

 Di kamar yang tenang dengan cahaya remang, ingatan saya kembali pada cerita seorang teman minggu lalu. Cerita itu, saya yakin, bukan hanya miliknya, tapi juga pengalaman banyak orang yang pernah merasa goyah, sepi, dan memendam luka. Dengan kata-kata sederhana, saya ingin mengabadikan kekecewaan itu. Bukan untuk meratapi kesedihan, melainkan agar setiap kalimat bisa menenangkan, menumbuhkan pengertian, dan mungkin sedikit kelegaan. Ini tentang mereka yang pernah percaya lalu dikhianati, jatuh dalam kekecewaan tanpa peringatan—kisah yang mungkin sudah sering kita dengar. Teman saya sering menghitung berapa lama dia ditinggalkan. Angka-angka itu bukan sekadar hitungan waktu, melainkan rentetan hari yang membentuk siklus perpisahan yang tak pernah berakhir baik. Setiap detik terasa menyakitkan, setiap jam membayangi langkahnya. Perpisahan itu tidak hanya memisahkan secara fisik, tapi juga melukai hatinya. Kekecewaan datang seperti gelombang besar, menghantam jiwanya dengan kuat, meni...

Dia

 "Seseorang yang Layak Dilihat Lebih Dalam" Dia adalah seseorang yang tak mudah dipahami hanya dengan sekali tatap atau dua kali pertemuan. Ada banyak orang yang memiliki senyum manis, sikap ramah, atau tutur kata lembut. Tapi padanya, semua itu hadir bukan sebagai pertunjukan, melainkan bagian dari dirinya yang paling alami. Ketika ia berbicara, nada suaranya seperti menjaga ritme dunia agar tidak gaduh. Tidak terburu-buru, tidak pula terlalu lambat. Ia bicara untuk dipahami, bukan untuk didengar. Ia mendengar bukan sekadar untuk merespon, tapi untuk benar-benar mengerti. Dari luar, ia terlihat biasa. Tidak mencolok, tidak mencari sorotan. Tapi saat seseorang benar-benar menatap, ada semesta lain yang terlihat di balik matanya. Semesta yang sunyi, tapi hidup. Semesta yang tidak memaksa orang masuk, tapi akan terbuka jika seseorang bersedia mengetuk dengan tenang. Ia dikenal sebagai seseorang yang unik, bahkan sering kali dianggap "aneh" oleh standar umum. Selera hu...

Yang Tak Terlihat Tapi Ada

Aku tak pernah menetapkan bentuk cinta yang spesifik. Bagiku, cinta bukan soal siapa yang bisa memenuhi daftar keinginan. Tapi bagaimana kita saling belajar mencintai diri sendiri terlebih dahulu, sebelum merawat cinta itu bersama. Saling menghargai, saling rispek—itulah keindahan yang sesungguhnya. Karena semua yang indah tak pernah datang dari luar, tapi tumbuh dari dalam, dari proses kita menjadi manusia yang lebih baik. Tipe pasangan ideal itu bukan standar publik. Bukan soal selera orang banyak. Ia lahir dari pilihan kita untuk hidup bersama dalam damai yang panjang. Aku percaya, kebahagiaan bukan sesuatu yang kita temukan di luar sana, tapi sesuatu yang kita bangun bersama seseorang yang kita pilih dengan hati yang jernih. Dulu, saat SMA, laki-laki tampan sering jadi pusat perhatian. Waktu kuliah, perhatian itu mulai menurun. Dan setelah lulus, semua orang mulai sadar: bahwa ketampanan bukan jaminan untuk bahagia. Wajah bisa menua, perhatian bisa pudar, tapi hati dan cara seseora...

Menjawab

Saya Bukan Penulis Saya, atau beta, bukanlah seorang penulis profesional. Saya hanyalah seseorang yang lebih sering menuangkan isi kepala ke dalam tulisan. Bukan untuk dikenal, apalagi diakui sebagai penulis. Menulis bagi saya adalah cara paling alami untuk memahami apa yang saya rasa. Apakah kepiawaian menulis berasal dari selera lagu, tokoh panutan, atau buku yang dibaca? Tidak juga, sayang. Saya ini orak-arik—suka lagu indie, R&B, rap, rock, pop, soul, jazz, dangdut, melayu, lagu rohani, bahkan lagu kebangsaan dan Malaysia pun saya nikmati. Panutan saya pun lintas disiplin: ada ahli fisika, kimia, biologi, geologi, sastra mesin, ekonomi, politik, agama... semua elemen bumi sepertinya pernah jadi inspirasi. Lalu, apa yang membuat seseorang pandai menulis, akak? Ah, jangan gunakan kata pandai . Lebih tepat kalau kita tanya: mengapa seseorang ingin menulis ? Itu pertanyaan yang lebih jujur. Kalau ingin, ya tulis saja, gobl. Selama ada ruang, tulisan akan lahir. Mengetik "halo ...

Komang

Kenapa Komang Dirayakan? Dan Kenapa Itu Tidak Berarti Kita Tak Layak Dikenang? Komang dirayakan banyak orang.  Dan aku paham alasannya. Karena kisahnya bukan sekadar tentang dua orang yang jatuh cinta, tapi tentang dua orang yang memilih untuk bertahan, meski harus melalui banyak hal yang tidak mudah. Lagu-lagunya menyentuh, filmnya menghidupkan kembali harapan banyak orang soal cinta yang sederhana tapi kuat. Cinta yang tidak heboh, tidak harus tampil, tapi tetap terasa nyata. Tapi ada satu hal yang ingin aku sampaikan. Bukan untuk mengurangi makna Komang, tapi untuk mengingatkan: Komang memang layak dirayakan, tapi ia bukan satu-satunya kisah yang layak dihargai. Ada banyak cinta yang tidak diberi panggung, tapi tetap besar dan penuh makna. Banyak laki-laki yang juga mencintai dengan sungguh-sungguh, hanya saja caranya berbeda. Mereka mungkin tidak menulis lagu, tidak membuat film, tidak jadi tokoh yang dikagumi orang banyak. Tapi mereka tetap berjuang. Mereka diam-diam me...

Senandika

Setiap kita mengingat kejadian yang kita lewati, semua hal mampu menimbulkan kelelahan. Seakan dunia bergerak sangat cepat dan kita dituntut untuk berlari dan berusaha mengerti. Ada banyak peristiwa yang datang dan pergi, dan dengan gampang kita merasa bingung untuk memberi arti terhadap semua ini. Kita harus percaya bahwa pada setiap fase, kita disebut sebagai manusia pasti memahami sisi terdalam diri kita, pada setiap fase hidup ada pelajaran yang dapat kita petik. Memang benar, setiap individu memiliki ceritanya tersendiri, dan bukanlah faktor usia seorang diri yang berperan, ada banyak variabel lain yang mengendalikan secepat atau seinflasi mungkin seseorang bisa meraih makna hidup. Menjelang dewasa, tepatnya antara 18 dan 19 tahun, kita berada pada fase serba ingin mencari jati diri. Pada periode ini, dunia terlihat penuh warna dan ceria. Kita beragan dengan style, kumpul dengan teman, dan kegiatan yang bersifat hedonisme. Beban hidup tidak ada, semua terasa lebih simpel. Tanda-...

Taksa

Semua orang pasti pernah bertemu dengan yang namanya perpisahan. Entah itu dengan teman, keluarga, atau seseorang yang begitu kita cintai. Namun, adakah cara yang paling bijak untuk menggambarkan situasi ini? Aku tidak tahu. Yang jelas, aku akan menceritakan tentang kami—tentang rumah yang begitu nyaman, tempat pulang yang kini harus kutinggalkan. Sebuah perpisahan yang datang tiba-tiba, begitu tergesa-gesa. Aku tak siap. Aku bahkan tak sempat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang logis untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi. Namun, Kinur adalah seseorang yang selalu tertutup dalam hal-hal tertentu, sekalipun kami sudah sejauh ini berjalan bersama. Ada banyak teka-teki yang ia tinggalkan dalam pikiranku, membuat malam terasa lebih panjang, dan hari semakin lama. Kami adalah dua manusia yang dipersatukan oleh semesta, entah sebagai ujian atau justru sebagai jawaban. Namun, aku terlalu cepat menyebutnya sebagai takdir. Ataukah aku hanya terlalu jatuh cinta? Hari-hari kami dihiasi...